Berganti Masa Cerahkan Asa


“Hujan menasihati bumi untuk tetap ramah saat ia turun lagi. Agar ia tidak lagi mengering, namun kembali subur dan sumringah setelah kehadirannya. Mentari mengingatkan bumi untuk tidak marah saat ia bersinar terik siang hari. Karena sejuk akan menaungi ketika ia meredup sore hari. Aku menasihati diri agar ramah menjalani hari tak lagi marah. Agar mau belajar berkomunikasi lebih baik dari hari ke hari, untuk berbagi senyuman, lagi. Berkomunikasi dengan baik, untuk dapat mewarnai hari menjadi lebih indah~

***

Teman, dalam sehari, kita ada berkomunikasi, bukan? Berkomunikasi untuk dapat terhubung dengan sesiapa saja. Apakah searah atau dua arah? Atau komunikasi banyak arah, ini namanya bermusyawarah.

Cara berkomunikasi bisa bertemu langsung atau hanya melalui sarana komunikasi. Apakah melalui suara saja yang kita dengarkan, melalui gambar saja yang kita perhatikan, melalui tulisan saja yang kita baca, dan atau melalui video yang dapat kita dengarkan suaranya, kita perhatikan gambarnya, dan kita baca tulisan yang ada di dalamnya. Semua adalah sarana yang bisa kita gunakan dalam berkomunikasi. Sehingga menjadi jalan sampaikan informasi dari komunikator (penyampai informasi) pada komunikan (penerima informasi).

Ketika engkau tidak ada semangat, berkomunikasilah. Sapalah sesiapa yang ada di dekatmu atau jauh. Sapalah dirimu, bila tidak ada yang bisa engkau sapa. Sapalah apapun yang ada di sekitarmu, berupa benda-benda tidak bergerak. Sapalah, dengan caramu. Apakah dengan mengajaknya bercakap-cakap, hanya menatap, atau menyimak percakapannya, bisa juga mendengarkan gemericiknya. Sehingga dari waktu ke waktu, engkau senantiasa dalam rangkaian komunikasi. 

Komunikasi yang menguntungkanmu, dengan bertambahnya informasi untukmu, atau engkau yang menjadi jalan sampainya informasi dari sumbernya pada tujuan. Lakukanlah, dalam berbagai waktu terbaikmu. Supaya hidup yang engkau jalani menjadi lebih hidup, teman. Inilah inti dari berkomunikasi.

Saat mulai merangkai catatan ini, hujan turun di sini, ku menghayati tetesan hujan sambil merangkai senyuman. Hujan berpesan, padaku. Agar masih tersenyum, meski mentari belum terlihat lagi. Kami sedang berkomunikasi, walau tanpa suara. Hanya ia yang bersuara, aku memandangnya saja. Sambil menyimak tetesannya yang ramai. 🙂

***

Berkomunikasi ternyata sangat asyik, yaa? Apanya yang asyik? Hai, bukankah ada kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan dalam berkomunikasi? Bukankah ada kemungkinan terjadi kekeliruan? Apalagi terjadinya kesalahpahaman? Dan lain-lainnya yang bisa terjadi dengan berkomunikasi. 

Iya. Ini juga beberapa kemungkinan yang terjadi saat berkomunikasi. Makanya, perlu ada crosscheck, bila ada yang belum paham, sulit kita mengerti, atau belum jelas. Agar, tidak terjadi misscommunication, teman. Sehingga terbuka pintu untuk hadirnya kemungkinan menarik dari berkomunikasi, berikut.

Dengan berkomunikasi, kita akan terceriakan lagi. Setelah sempat meredupnya hati. Dengan berkomunikasi, pikiran kita terbuka lagi. Setelah menerima informasi. Dengan berkomunikasi, kita mau bergerak lagi. Setelah duduk begitu lama, dengan aktivitas yang kita selami. Dengan berkomunikasi, perjalanan hidup menjadi lebih berseri. Dengan berkomunikasi, harapan hidup muncul lagi. Sehingga seiring masa, harapan dan asa terus bersemi, bertumbuh subur, berbuahnya harapan demi harapan menjadi senyuman.

Ini pun ku alami hari ini. Tepat, saat terjadi misscommunication antara aku dan seorang temannya teman di sana. Beliau temanku akhirnya datang, untuk menjelaskan dan menenangkan. Bahwa ternyata, tidak beneran yang temannya sampaikan padaku. 

“Temanku hanya bercanda,” hiburnya, mengetahui ketidaknyamananku. Padahal aku mikirnya, yang temannya sampaikan sudah benar-benar.

 Inilah pentingnya, komunikasi. Sehingga, detik-detik setelah kedatangan teman, aku kembali tenang dan damai. Ia sudah menjadi penengah, antara aku dan temannya. 

***

Semoga saja, berkomunikasi dapat membuat kita masih mau meneruskan perjalanan hidup ini, yaa. Komunikasi yang bermanfaat, tentunya. Komunikasi yang membenderangkan lagi jiwa-jiwa yang mendamba penerangan. Komunikasi yang menenteramkan lagi jiwa-jiwa yang gelisah.

Komunikasi yang menjadikan hati tenteram, adalah dengan mengingat-Nya, menyapa, lalu berdzikir dalam berbagai waktu. Alhamdulillah, ternyata berkomunikasi tidak mudah, namun juga tidak susah.

Iyha! Berkomunikasi, memang terlihat susah-susah gampang. Apalagi bagi si pendiam yang maunya tidak banyak bicara. Iya, kan? Ini kembali lagi pada pilihan. Karena sudah ada pilihan dalam berkomunikasi, teman. Bisa melalui lisan, tulisan atau pandang-pandangan. Pilihannya kembali lagi pada diri pribadi kita masing-masing, lebih nyamannya berkomunikasi via apa. Begitu, kan?

Kalau aku lebih suka mendengarkan dari pada berbicara banyak. Kalau pun bicara, sesekali aja dan sedikit-sedikit. Berbeda kalau berjumpa teman sebaya, sahabat sepermainan, saudara dekat, baru lah bisa ramai-ramaian. Tapi, untuk orang-orang tertentu, aku bisa senyumin aja. Setelah sempat berkata sekata dua kata. Iyaa. 😀

Nah, aku sangat senang, kalau ada yang berbicara padaku, lalu ku simak pemaparannya dengan sangat sentosa. Karena ia sedang menyampaikan beraneka informasi padaku. Informasi yang menepi di pikiran, sebentar. Dan kemudian berlalu begitu saja, bila ku tidak sempatkan waktu untuk menitipkannya dalam catatan. 

Seperti yang baru-baru ku alami sepanjang hari ini. Aku mendengarkan dua orang yang berkomunikasi via radio. Komunikasi yang sempat ku jadikan sebagai ide merangkai senyuman, ini. Ini sangat ku sukai. Tidak memandang banyak sedikitnya informasi yang bisa ku petik, namun inti dari percakapan yang ku ambil. Ada hikmah sebagai kenang-kenangan hari ini, kami.

Yap, aku menjadikannya sebagai contoh komunikasi. Komunikasi yang ku simak, dari siaran radio siang menjelang sore hari ini. Siaran yang berkaitan dengan komunikasi.

Awalnya, penyiar adalah penyampai informasi, sedangkan pendengar adalah penerima informasi. Selanjutnya, penyiar berubah peran menjadi perantara komunikasi, sejak kehadiran pendengar yang menyapa. Setelah penyiar mempersilakan pendengar untuk menelepon, buat bincang-bincang dan request. Menyimak seperti ini, menjadikan informasi sampai padaku.

Inilah informasi yang ku peroleh dari mendengarkan radio. Informasi yang ku peroleh melalui percakapan antara penyiar dan pendengar yang beruntung. Sehingga beliau bisa terhubung lalu bicara langsung dengan penyiar. Penyiar yang bersuara merdu, Ukhti namanya. Menit-menit berikutnya, adalah siaran tentang percakapan beliau berdua.

Aku di sini, sedang menatap. Ya, menatap suara beliau berdua dengan menyimak. Menyimak setiap suara yang terdengar untuk ku cerna terlebih dahulu. Selanjutnya, ku jadikan sebagai hasil pendengaran yang dapat ku baca lagi. Bagaimana caranya? Ya, dengan merangkainya menjadi senyuman. Sehingga, aktivitas yang ku lakukan adalah juga dalam rangka berkomunikasi. Berkomunikasi denganmu teman, untuk menyampaikan informasi yang ku terima.

Dalam hal ini, aku tidak mengenal beliau, Bapak Ide dan Ukhti sang penyiar. Akan tetapi, aku sudah menjadi bagian dari komunikasi yang beliau lakukan. Mengapa?

Ya, aku yang masih saja menyimak dan mengikuti sampai akhir percakapan, karena ku tahu, percakapan beliau berdua tentu ada pesan di dalamnya. Makanya, ku bersamai sampai beliau berdua akhirnya menyudahi percakapan. Hingga pesan-pesan dapat ku tangkap dengan cekatan! Suara beliau yang terdengar saat berkomunikasi dengan penyiar, menyisakan nasihat penting untukku specially. Nasihat beliau tentang komunikasi.

Nasihat pertama : Huruf-huruf m-a-r-a-h dibalik jadi h-a-r-a-m, dibolakbalik jadi r-a-m-a-h. Mau pilih yang mana? Letakkanlah pada tempatnya, sesuai keperluan. Sehingga komunikasi berlangsung dengan optimal saat menggunakannya. 

Nasihat kedua : Kalau dilempar orang pakai batu, lempar dengan bunga. Kalau dua kali dilempar orang dengan batu, lempar dengan pot-pot bunganya. 

Nasihat penting lainnya, urutan kesalahan ada enam yaitu khilaf, keliru, salah (dosa atau tidak), dosa kecil, dosa besar, syirik. Lihatlah kesalahan, dan tempatkan maaf pada tempatnya. Camkan dalam hati, semoga dapat informasi dari suara-suara yang ini,” pesan beliau. 

Beliau adalah seorang pendengar yang menyapa penyiar. Beliau menyampaikan pesan ini, untuk sang penyiar, sekaligus pendengar yang menyimak siaran. Dari awal sampai akhir, dari akhir sampai usai, jangan minta maaf, kalau engga ada kesalahan, tutup beliau di ujung sapaan. Klik! Telepon pun beliau tutup setelah mengucapkan salam.  [Berganti Masa Cerahkan Asa, Radio Rabbani]

(Reporter, oleh aku sebagai penerima informasi. Beliau penelepon, sebut saja Bapak Ide sebagai penyampai informasi dan yang menjadi jalan hadirnya ide. Sedangkan radionya dan Ukhti penyiar sebagai penengah di antara kami, yaitu sarana sampainya informasi dari penyampai informasi pada penerima informasi)

***

Saat kita tidak dapat bertemu langsung, ada cara untuk masih bisa berkomunikasi. Caranya dengan bertukar suara, bertukar kalimat, atau bertukar gambar. 

Sehingga kita bisa mendengarkan kalimat dengan membaca, menatap suara dengan menyimak, memperhati gambar dengan merangkainya menjadi tulisan. Tergantung pada pilihan kita masing-masing. Bagaimana cara yang kita lakukan untuk masih dapat bertukar informasi. Sehingga kita dapat berkomunikasi dengan lebih menyenangkan. Caranya, sesuai dengan pilih kita. Supaya tujuan berkomunikasi tercapai dengan baik.

Kita dapat mengetahui siapa yang berbicara dengan kita, bila berhadapan, langsung. Kita bisa mengenali lawan bicara, saat berkomunikasi melalui video. Kita juga dapat mengenali orang yang kita sapa, melalui suara. Sekalipun tidak bertatap mata. Seiring seringnya bertukar suara, kita dapat mengenali nada suara yang terdengar. Siapa di sana? Bagaimana rupanya? Apakah yang ia bicarakan? Bersama siapa? Di mana lokasinya? 

Ini adalah sebuah keterampilan. Keterampilan dalam berbicara melalui suara saja. Apakah di sekitarnya ramai atau sunyi? Terdengar jelas melalui suara-suara di sana. Ini menyenangkan. Karena kita bisa bertanya langsung, kondisinya.

Nah, yang sangat unik adalah berbicara melalui kalimat, seperti ini. Tidak ku ketahui siapa yang ada di sana, sedang berkomunikasi denganku. Tidak juga engkau mengetahui, siapa yang sedang berada di sini, bercakap-cakap denganmu. Karena aku tidak berwujud, namun hanya susunan kata-kata menjadi kalimat. Jadi, sesuai dengan pemikiranmu, engkau pun mulai mengetahui, siapa yang ada di sini. Apakah seorang perempuan atau laki-laki. Tapi, aku perempuan.

***

Lain waktu, di lokasi berbeda, sebuah tulisan yang kita baca, bisa kita deteksi dari nama yang menulisnya. Sebagai perwakilan, diri orang yang merangkai catatan. Apakah seorang perempuan, laki-laki, masih muda, atau sudah lebih berusia. Biasanya, aku suka salah menyangka. Ku pikir perempuan dari namanya, ternyata yang ada di balik sebuah tulisan adalah laki-laki sejati. Ku pikir masih remaja, ternyata sudah berusia senja. Ku pikir sudah bapak-bapak, ternyata masih belia adanya. 

Beginilah baru, kemampuanku mempelajari bahasa tulisan. Dari waktu ke waktu, ku belajar mencerna kalimat yang ku baca. Sehingga, terjadinya kekeliruan ini mudah saja membuatku tersenyum. Tersenyum saja, pada diri sendiri. Menyadari diri, mengenalinya, menyampaikan padanya, lain kali jangan begitu lagi. Lain waktu, aku pun mulai mendeteksi lagi.

Meski sebenarnya, tidak menilai-nilai siapa yang ada di balik bacaan yang kita hayati. Namun makna pesannya yang kita selami. Untuk kita jadikan sebagai sebaik-baik informasi untuk diri. Diri yang berkomunikasi melalui  bacaan dengan yang menuliskan bacaan tersebut, hingga hadir ke hadapan kita. Lalu kita petik dan menjadi bagian dari perjalanan hidup ke depannya. 

Iya, begini ku menghargai arti komunikasi melalui tulisan yang ku baca. Menurutku yaa, berkomunikasi dengan membaca sangat berarti. Karena tanpa berkomunikasi melalui bacaan, kita bisa saja tidak menemukan informasi baru. Kita bisa saja tidak mengetahui ada apa di luar sana. Kita bisa saja masih begitu-begitu saja. Namun seiring jauhnya jam terbang komunikasi yang kita perbarui terus, semakin melebar cakrawala pandang kita tentang suatu hal yang kita baca. 

Apakah hal-hal yang kita dalami, atau hanya sekadar tahu kulit luarnya saja. Apakah hal-hal yang ingin kita ketahui lebih lanjut, atau cukup sekilas saja. Inilah yang menentukan bermutunya komunikasi yang kita lakukan. Termasuk waktu yang kita habiskan dalam berkomunikasi.[]

🙂 🙂 🙂

 

6 Comments Add yours

  1. Rancak postingnyo uni…jdi btambah ilmu awak…

    Liked by 1 person

    1. My Surya says:

      Alhamdulillah, hanyo ingin berbagi ilmu yang taserak dakek di siko dan sempat ter petik sehelai hikmahnyo, mudah-mudahan ado manfaatnyo, di maso kini, sampai maso muko-muko juo, yoo. 🙂

      Like

      1. Amin…iyo..sukses terus yo uni.

        Liked by 1 person

  2. My Surya says:

    Tarimo kasi turut berdoa untuak ambo yo, baitu juo sanak, “Good luck forever and always where ever you are. Keep spirit and be grateful in this life opportunity is awal dari kesuksesan. Semoga banyak kemudahan ini, membuat senyuman mudah berkibar di mana-mana, dari wajah sesiapapun. Ini rangkaian asa yang pagi-pagi ku senyumi. Semoga lebih cerah seiring bergantinya masa. 🙂

    Like

  3. arhana93 says:

    MasyaAllah, masih saya baca sepenggal-sepenggal tapi sudah membawanya ke dalam hati. Izin follow ya teh.

    Like

  4. My Surya says:

    Hehee, iya Bunda, silakan… 🙂 Aku follow juga yaakk. Senang berteman.

    Like

الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ”... (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S Ar-Ra’d [13] : 28)