Melukis Senyuman Mentari Pagi

on

Pagi-pagi sekali, kami sudah bangun. Aku dan my roommate Scatzy, tentunya. Scatzy yang dua hari belakangan terserang flu ringan, pagi ini masih tersisa sedikit. Kondisinya baik-baik saja, kok… alhamdulillah, aman.  Mungkin Scatzy sedang penyesuaian dengan rumah baru, yaa. Scatzy masih baring-baring sambil ngulik-ngulik android canggihnya. Bersamanya, ia memanfaatkan waktu pagi yang mewah. Seperti mendengarkan musik, baca-baca, atau nonton video unik yang ia sukai. Berhubung tidak ada aktivitas penting keluar hari ini, maka ia memilih bersantai.

“Iya, aku bobo-bobo aja, karena ga sibuk, dan juga libur, Kaaak…” tanggapnya saat ku menanya aktivitasnya hari ini.  Sedangkan aku, sama seperti hari-hari biasa. Hari ini masih beraktivitas serupa. Namun masih tidak sibuk-sibuk amat, berhubung kemarin sore sudah mencuci. Kalau masak sarapan, aku memilih off hari ini. Sehingga ada waktu luang untuk bersantai juga. Lalu, ngapain lagi, yaa?

Aku berpikir sejenak. Aha! Ada ide bagus. Bagaimana kalau ku menanti mentari pagi saja?

“Hai, Scatzy, kakak ke atas dulu yaa. Mau nyari inspirasi,” pamitku.

“Oke, boleh, boleh. Mau bawa minuman engga, Kak?  Kayak segelas susu atau n-e-rgen?,” ramahnya ia menawariku. Seperti ia tahu, aku mencari inspirasi yang sangat penting sekali. Hihiii.  😀

“Engga usah Scatz, soalnya bentar aja, kok,” aku tersenyum padanya yang baik padaku. Anak manis yang lucu, bermata sipit nan ayu. Scatzy pun tersenyum, memaklumi.

Sesaat berikutnya, aku bergerak. Berjalan selangkah demi selangkah membawa sebuah diari dan sebatang pulpen bertinta hitam. Menaiki anak-anak tangga. Hati-hati, sepenuh hati. Menuju lantai atas, tepatnya di samping atap. Aku melangkah sejak awal pagi ini. Langkah-langkah yang ku perhatikan benar-benar. Supaya selamat sampai tujuan.

Setelah sampai di lantai paling atas, ku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Terlihat langit luas membentang indah dengan hiasan awan-awan berarak pelan. Sedangkan semilir angin menepi di pipiku, menyejukkan.

1

Menanti mentari yang belum menampakkan wajah, ku merangkai sebuah catatan. Sembari sesekali melayangkan tatapan ke sisi langit Timur. Barangkali mentari sudah ada. Namun masih tertutup awan di sekitarnya.

Iya, benar saja. Karena ternyata, bening yang terlihat dari arah Timur adalah sinar mentari. Aku senang dan bahagia, karena ia menepati janji lagi hari ini. Untuk tersenyum pada seluruh alam, mensenyumiku. Mengajakku tersenyum menyambut pagi.

2

Benar, mentari yang kemudian terbit menjadi lebih cemerlang. Karena berangsur-angsur awan menepi, kalah oleh cerah sinarnya.

Ia sangat cantik hari ini. Kilaunya berseri-seri. Saat ku tatap ia dengan dua bola mataku, maka silau yang ku alami. Sungguh. Kemudian, ku lanjutkan merangkai barisan kalimat untuk memanfaatkan waktu pagi.

Pagi yang bening, cerah dan tenang.

3

Tersenyumlah aku menatap mentari. Merasakan hangat menepi di pipiku. Bukan airmata, namun sinar mentari yang membasuhnya. Aku bersyukur, masih dapat menatap sinarnya pagi ini. Termasuk mengabadikan tentang kebersamaan kami. Lalu, ku coba melukis senyuman mentari yang terbit dari balik awan tipis. Senyuman yang lama kelamaan cemerlang. Senyuman yang selalu ku kagumi. Senyuman yang ku teladani. Senyuman yang mensenyumkanku sepanjang kebersamaan kami. Bahkan saat ia tidak menampakkan senyuman dalam sehari, ku ingat bagaimana ia mensenyumi. Lalu, aku pun tersenyum. Walau tanpanya, meski sinarnya tidak sampai ke bumi karena tertutup awan.

 

4

Sudah beberapa puluh menit ku berada di lantai atas. Hingga ku tersadar, bahwa ku mesti melanjutkan langkah-langkah lagi. Lalu, aku pun berlalu. Ehiya, sebelumnya ada yang mendekatiku juga, Nana cantik yang selesai mencuci pakaian, kemudian menjemurnya. Ia bilang, lukisanku indah, hahahaaaa…. 😀

“Terima kasih yaaa, Naaaak… Terkadang Emak memang suka begini. Melukis pagi dengan senyuman atau melukis senyuman mentari pagi,” sambutku sambil menyampaikan semangat padanya.

“Hehehee… iyaa,” jawab Nana yang sudah rapi. Karena setelah menjemur pakaian, ia akan berangkat ke tempat aktivitas. Sedangkan aku? Aku belum mandi pagiiii… Sebelum sampai ke sini.

Lalu ku tanya Nana, “Siapa yang lagi mandi?” Karena terdengar gemericik air mengalir di lantai bawah. Tepatnya gemericik tersebut berasal dari kamar mandi.”

“Ada Eny, lagi mandi,” jawabnya masih bersama senyuman dan meneruskan menjemur pakaian.

“Oke, masih antri ternyata. Baiklah, Emak siap-siap dulu ya, Nak. Mau mandi juga setelah Eny selesai 😀 Duluan yaaaaa,” lalu aku pun turun melewati tangga. Meninggalkan Nana yang masih menjemur banyak pakaian. Sebelum turun, ku sempat melirik tali jemuran. Hari ini, tali jemuran terpantau penuh. Karena semua anak mencuci pakaian di hari yang sama. Ditambah pula mentari bersinar sangat cerah. Maka, semangat mencuci dech.

Begitulah sekelumit ceritaku sebagai anak kost. Selalu saja ada yang berbeda dalam hari-hari. Seperti hari ini bersama ceritanya.

🙂 🙂 🙂

الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ”... (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S Ar-Ra’d [13] : 28)