Engkau, Aku dan Dia

on
Hari : Jum’at
Waktu : Pagi
Cuaca : Cerah
Lokasi : Di rumah

Kami sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing dalam hening. Sampai akhirnya dia pun memecah kesunyian dengan suara merdunya.

“Hari ini tampak cantik, yaa…,” ucapnya singkat. Mungkin sedang bicara dengan diri sendiri, atau padaku? Mendengar pernyataan tersebut, akupun memalingkan wajah ke arahnya. Ia terlihat sedang tersenyum manis seraya melangkah ke arahku. Aku pun tersenyum.

“Iyaaaa, terima kasiiiiih.  😉  Nyucilah…” sambutku mengerlingkan mata.

“Heheheee…,” tanggapnya malu-malu. Beberapa menit berikutnya, ia mengemas pakaian-pakaian kotor yang menumpuk di dalam ember. Dan kemudian merendamnya. Sedangkan aku, melanjutkan aktivitasku, memasak.

Afternoon
‘Wonderful Cloud’

Pagi ini, ada aku dan Eny yang beraktivitas lebih awal. Sedangkan yang lainnya masih sleeping beauty. Ehiya, sempat Dek Esty keluar sebentar ke kamar mandi, lalu masuk kamar lagi. Kemudian, sampai aku berangkat pun, semua masih di kamar masing-masing. Pagi cantik yang menarik dan mereka masih belum melihat indahnya mentari pagi ini.

Ya, mentari tersenyum lebih indah pagi ini. Senyuman yang membuatku tersemangatkan juga untuk memulai aktivitas. Karena bagiku, sinar mentari sangat berarti. Ketika ia terlihat, ada aura berbeda dibandingkan saat ia tidak memperlihatkan sinarnya. Memang begitulah adanya. Mentari bagiku inspirasi. Inspirasi yang membuat hari ini menjadi semakin berseri-seri.

***

Beraktivitas di rumah merupakan keasyikan tersendiri, berbeda dengan aktivitas di luar rumah. Walaupun yang dilakukan di rumah yaa, itu-itu saja. Seperti memasak, mencuci piring dan pakaian kotor, menyapu lantai dan mengepel, mengelap-lap yang berdebu dan segala aktivitas tidak terprediksi lainnya. Seperti menyambut kedatangan tamu, membersamai anak-anak tetangga yang berkunjung atau menepikan berkas-berkas dan peralatan yang tidak terpakai lagi.

Di sini aku berada kini. Di sebuah lokasi bernama rumah. Rumah yang merupakan wadah berlangsungnya kegiatan anggota-anggota rumah. Selayaknya sebuah perusahaan, sekolah dan atau lembaga pembelajaran. Maka dari rumah pun kita belajar. Dari rumah juga awal terbentuknya kehidupan bagi seseorang. Sebelum ia bergabung di lingkungan baru dan lebih luas lagi cakupannya. Di rumah ada pengambil keputusan dan yang menjalankan. Pun terdapat profesi-profesi penting di dalamnya. Sebagai suami, istri dan juga anak-anak. Maka ketika kita berada di rumah, maka kita siap mengemban amanah pada profesi kita. Kita siap berinteraksi, hablum minannass, bermusyawarah, untuk mencapai tujuan bersama. Karena kita adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan.

Sebagai bagian dari anggota keluarga di rumah ini, kami menjalani hari-hari bersama. Walaupun jadual kami tidak sama. Sebab, selain berada di rumah, kami pun beraktivitas di luar rumah. Ada yang menjadi mahasiswa untuk meneruskan pendidikan atau bekerja untuk mengaplikasikan hasil pendidikan. Sehingga bertemunya kami di sini tentu ada makna. Ada kenangan yang akan kami tinggalkan, juga pengalaman yang akan kami bawa.

Yah, karena tidak selamanya kami bersama-sama di sini. Seperti pengalaman yang sudah berlalu juga begitu. Pertemuan kami ada periodenya. Setelah sebuah aktivitas usai, maka masing-masing kami pun melanjutkan perjalanan hidup lagi. Kemudian terpisahkan oleh jarak yang jauhnya tidak lagi sebatas dinding-dinding kamar.

Usia kebersamaan kami di sini akan memasuki angka delapan. Sehingga sebulan lagi sudah siap melahirkan. Tepatnya tanggal 4 Agustus 2016 silam, aku pertama kali di sini. Awal bulan yang hari-harinya berhiaskan tetesan hujan. Sehingga tepat pada malam kedua aku di sini, hujan turun sangat deras. Sedangkan aku belum begitu akrab dengan teman-teman yang lainnya. Karena, tidak mudah bagiku untuk menjadi sangat akrab dengan orang-orang baru. Namun begitu, dari hari ke hari ku belajar situasi. Ku membaca masing-masing karakter mereka dari kebiasaan sehari-hari. Hingga kami pun menjadi sahabat pada bulan-bulan berikutnya.

Kami tidak selalu dapat bertatap mata pada siang harinya. Apalagi malam hari. Saat ku bangun di pagi hari, tidak semua yang bangun pagi. Begitu pula dengan malam hari, tidak semua yang tidur cepat. Nah, dari semua, aku yang paling cepat tidurnya. Bertepatan dengan belum datangnya teman-teman semua. Sehingga, esok hari ketika ku sudah berangkat lagi, ada di antara teman-teman yang masih sleeping beauty. Seperti yang terjadi hari ini. Walau begitu, dalam kesempatan bersapa dan bersama di waktu-waktu yang mempertemukan kami, terciptalah nuansa kekeluargaan. Seperti mencicipi hasil masakan bersama-sama, atau duduk-duduk di ruang tengah bercengkerama layaknya keluarga bahagia. Bahkan memandang langit sore nan romantis atau menatap langit penuh bintang bersama rembulan nan menawan pada malam yang cerah tak berawan. Yah, aku memperoleh pesan dan kesan,  di sini.

Di sini, aku belajar tentang cara mengenali lingkungan. Karena dengan mengenali lingkungan, ada lagi yang dapat ku syukuri. Ada saja. Karena tidak selamanya kenikmatan yang ku peroleh, mereka merasakannya juga. Begitu juga dengan kesedihan yang mereka alami, tingkatnya tentu berbeda dengan kesedihanku. Maka, ketika ada yang bercerita, aku belajar mendengarkan dan memahami suasana hati mereka. Ketika ada yang menebar bahagia, aku pun terbahagiakan juga. Meskipun hatiku tidak bahagia, sebelumnya.  Inilah pentingnya komunikasi.  Komunikasi dengan para penghuni rumah yang menjadi bagian dari keluarga. Komunikasi untuk membentuk keterikatan hati di antara kami. Saling mendoakan, bercerita, memberi nasihat, bercanda dan mengkritik yang membangun.

Senyuman mereka, membuat ku semangat dalam melanjutkan langkah.

Sehingga kehidupan yang ku jalani menjadi lebih hidup.

Sesekali, untuk menghibur adik-adik ketika ku pulang ke rumah dari beraktivitas di luar, ku bawakan mereka oleh-oleh kecil. Apakah sebentuk cemilan ringan seharga seribuan, atau air dingin warna-warni. Bahkan, pernah pada sebuah kesempatan, aku bertemu dengan penjual gulali, hihiiii… lalu ku petik dua karung sebagai surprise buat Berbi. Atau tidak jarang mereka yang menghadiahiku dengan buah tangan yang mereka bawa sekembali dari kampung halaman. Sungguh berbagi itu sangat indah, yaa. Bisa membekas apabila memberi dengan ikhlas. Bisa mensenyumkan apabila memberi dengan hati. Ya, tidak setiap hari, namun sesekali saja.

🙂 🙂 🙂

الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ”... (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S Ar-Ra’d [13] : 28)