Ketika Rencana Tinggal Kenangan, Tersenyumlah Teman…

on

Rencana. Sebagai manusia, sering kali kita berencana. Kita mendamba, kita mengimpi, kita berharap. Semua ada dalam lingkup rencana kita. Rencana manusia, kita manusianya. Rencana yang kita susun sedemikian rupa. Rencana yang kita rangkai dengan sempurna. Rencana yang kita ingin menjadi nyata. Dan seterusnya, kita pun menjalani waktu sesuai rencana. Kemudian tiba-tiba…?

Terkadang. Ya, bahkan sering. Rencana yang sudah kita susun sangat baik, akhirnya usai. Karena kenyataan berkata lain. Sebab yang terjadi jauh dari perencanaan kita. Kenyataan yang membuat kita terenyuh. Kenyataan yang membawa kecewa pada sesudut hati. Kenyataan yang membuat airmata berderai, menderas, menyakitkan! Ah! Duka pun merebak mencampuri masa. Seberkas luka menitik tetesan darah di lembar jiwa. Periiih. Ih! Sungguh pedihnya.

Saat rencana tertinggal jauh, akhirnya kita mesti perlu meneruskan langkah juga. Karena kehidupan adalah pergerakkan. Sedangkan mengeluh dan diam adalah tanda-tanda kematian. Sungguh! Kita tak mau mati lebih cepat, bukan? Padahal raga masih bersedia menopang jiwa yang utuh. Maka …

Saat kenyataan tak sesuai rencana, hadapilah! Walau berat, meski tak kuat memikulnya. Walau sebal dan sempat mendentumkan sesuara bom di ruang pikir. Walau raga kita perlahan melemas karena tak menyangka. Walau hati tak terima. Walau sebenarnya pahiit! Namun yakinlah, ada hikmah di dalamnya.

Yakin dan percayalah, sayang. Bukan hanya engkau yang mengalami hal serupa. Tak hanya. Namun nun jauh di sana, ada yang sedang berbelit akar kenyataan. Kenyataan yang tak sesuai rencananya. Namun mereka percaya ada hikmah yang tersedia. Walau tak segera mereka mengetahuinya. Meski belum tersingkap di depan mata. Akan tetapi, ridha dengan ketentuanNya atas kenyataan yang ada, merupakan cara untuk meraih kebahagiaan.

Ketika realita tak sesuai rencana, maka teruslah melangkah, kawan. Jadikan sebagai jalan untuk meningkatkan ketaqwaan. Walau tak mudah, memang. Akan tetapi, engkau bisa! Bisa, bisa, bisa, insya Allah. Karena untuk tersenyum sumringah, tentu kita perlu mengenal arti lelah. Untuk tersenyum megah, kita mesti bersentuhan dengan amarah! Bahkan. Karena tak semua terjadi begitu saja, tanpa ada hikmah.

Yah. Yakin, yakini lagi dengan keyakinan yang semakin bertambah. Di sebalik kenyataan yang tak sesuai rencana, tentu ada hikmah. Agar kita kembali kepada Allah. Supaya kita segera berlari mengejar Allah. Supaya kita tak pongah. Agar kita tak mudah berselubung amarah. Sebab kenyataan tak sesuai rencana kita. Tentu, rencana Allah jauuuuuuuh lebih indah. Percayalah. Yakinilah. Benar-benar. Sungguh-sungguh. Proses ini adalah bagian dari cara menata hati.

Hati. Hati hati kita tentu sangat tidak mau terima, bukan? Ketika kita sudah menyusun rencana yang sempurna. Kita menyiapkan segalanya dengan lengkap. Kita rapikan segala perbekalan. Kita sediakan beraneka perlengkapan yang mungkin kita butuhkan dalam perjalanan. Dan kita benar-benar siap melangkah. Untuk menjalankan satu rencana. Rekreasi, misalnya.

Namun, tiba-tiba, ketika sudah siap segalanya. Lalu datang berita pada kita. Sebuah musibah menimpa salah seorang keluarga dari saudara kita. Ya, ada di antara beliau yang meninggal dunia. Sedangkan kehadiran kita, mungkin tak terlalu berarti bagi si mayit. Karena beliau sudah tiada. Namun naluri kemanusiaan kita tentu menarik-narik diri untuk segera datang. Turut berbelasungkawa, bagi keluarga yang ditinggalkan. Lalu, kita batalkanlah sudah… Rencana yang kita buat tersebut. Dan kita pun berangkat melayat, ke luar kota. Karena lokasi duka ada di kota berbeda, nyatanya.

Kita akhirnya masih bisa berangkat, namun tak sesuai rencana. Awalnya untuk rekreasi, akhirnya mengunjungi rumah orang meninggal. Lalu, tidak dapatkah kita mengambil pelajaran? Bahwa di sebalik kenyataan, ada hikmah yang kita dapat petiki? Bukankah kita pun akan mengalami, yang bernama kematian?

Kematian, wafat, meninggal, inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun. Begini ucapan orang beriman, berpasrah pada kehendak-Nya. Menyerahkan diri sepenuhnya akan rencana Allah. Lalu menjalani kenyataan dengan terus melangkah, tetap melanjutkan perjalanan. Seraya mengambil pelajaran dari sekitar. Dan tak lupa senantiasa ingat pada kematian.

Hidupnya semakin berseri, hari-hari bertambah binarnya. Karena orang beriman percaya, dirinya hanya bisa merencana. Sedangkan kenyataan ada dalam kuasa-Nya semata. Maka, bertambahlah imannya. Bertumbuh subur senyumannya… Untuk selanjutnya ia bagikan pada semua. Ah, indahnya hidup orang beriman. [300316]

Lovely Smile,
-My Surya-
@BaitiJannatii

🙂 🙂 🙂

الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ”... (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S Ar-Ra’d [13] : 28)